27 April 2004

Artikel : KM dan Objek Wisata

KM dan Objek Wisata

Penulis: Lendy Widayana
Dimuat pada Harian Radar Malang tanggal 27 April 2004

Masyarakat dunia memang terus berubah akibat otomasi, informasi dan kesadaran akan lingkungan hidup, seperti yang ditulis Rolf Jensen, direktur Copenhagen Institute of Futures Study (The Dream Society, 1999). Orang yang selalu dapat menciptakan produk imajinatif akan semakin mempunyai nilai permintaan yang tinggi. Konsumen tidak akan puas hanya sampai ia dapat memiliki secara materi sebuah produk. Nilai suatu produk atau jasa akan semakin bergantung dari bungkus cerita di balik produk itu yang membawa imajinasi, ekspresi/identitas diri, gaya hidup dan emosi konsumen. Contohnya, bagi orang yang membeli jaket jins merek tertentu. Jaket itu sendiri hanya mempunyai nilai sekunder . Namun pilihan jatuh ke merek itu karena merek tersebut telah berhasil dipersepsikan dengan cerita sebagai simbol kebebasan, jiwa muda dan lain-lain.

Suatu ketika saya mengantar rombongan tamu Rotary Club dari Canada yang berkunjung ke candi yang juga makam raja Kertanegara (1268-1292) di Singosari, Malang. Di situ kebetulan pula ada rombongan anak-anak sekolah bahasa asing yang sedang mempraktekkan pelajaran conversation. Dengan kecakapan bahasa Inggris yang dimiliki, mereka menerangkan tentang seluk beluk candi itu kepada rombongan tamu kami. Terus terang saya menjadi kagum dan bangga akan potensi anak-anak sekolah itu. Rombongan kami kemudian mengunjungi candi Jago dari jaman raja Wishnuwardana kerajaan Singosari pada abad ke 13 yang berada di Tumpang, Malang. Di situ, keadaan menjadi lain, mengapa ? Karena kondisi situs sejarah itu sangat memprihatinkan. Tidak terurus dan tidak ada pemandu. Demikian pula kalau kita berkunjung ke berbagai daerah sering kita melihat berbagai situs sejarah seperti candi atau museum dalam keadaan yang menyedihkan. Kesenian dan budaya asli daerah juga hanya tinggal menunggu lonceng kematian. Lebih miris lagi jika alasan yang kita dengar karena tidak adanya dana untuk melestarikan berbagai aset penting bangsa kita. Semua keprihatinan itu akhirnya hanya bisa kita tutup dengan kalimat 'sayang ya ...'. Lalu apa hubungan itu cerita ini semua dengan Knowledge Management (KM) ?

Penerapan KM memang tidak selalu dan bisa untuk manajemen perusahaan pada umumnya. Namun di mana ada aktivitas yang berhubungan dengan pengetahuan di situlah diperlukan KM, agar knowledge (pengetahuan + pengalaman) dapat dikelola hingga mempunyai manfaat dan nilai ekonomis. Seperti menurut Stephen Denning (The Squirrel, 2001), di negara-negara lain yang sudah mengelola knowledge menjadi suatu aset, metode storytelling (pengungkapan knowledge dengan cara cerita) merupakan salah satu cara efektif untuk mengubah tacit knowledge (knowledge yang ada dalam pikiran) menjadi explicit knowledge (knowledge yang dapat dijabarkan secara sistematis dan didokumentasikan). Sebuah obyek sejarah misalnya, akan menjadi kehilangan makna jika tidak ada cerita yang lengkap tentang obyek itu. Oleh karena itu seorang pemandu wisata adalah knowledge worker, karena ia sangat mengandalkan knowledge yang dimilikinya untuk menjadi nilai bagi dirinya sendiri dan obyek yang ia terangkan dalam bentuk suatu cerita.

Pemerintah daerah atau biro pariwisata dapat mengajak perguruan tinggi jurusan sejarah, arkeologi dan sekolah pariwisata untuk bersama-sama membangun knowledge yang dapat bernilai tinggi di mata wisatawan. Selain dalam bentuk buku atau dibuat situs web di Internet, dokumentasi knowledge dapat dikemas dalam format multimedia di VCD yang dapat menjadi cinderamata bagi wisatawan mancanegara atau lokal.

Menengok sedikit ke negara lain. Di Volendam, Negeri Belanda setiap turis yang datang ke situ akan merasa lebih lengkap kunjungannya jika sudah dipotret menggunakan kostum tradisional negara itu. Studio foto yang bertebaran di situ sudah menyiapkan semuanya, kostum dengan berbagai ukuran mulai anak-anak sampai orang dewasa. Lengkap juga dengan sepatu kayu khas negeri kincir angin itu. Hal-hal seperti itu bisa dilakukan bukanlah karena soal modal (uang). Tapi kreativitas untuk menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada. Indonesia punya kekayaan yang begitu berlimpah. Mau dan mampukah kita mengelola titipan Ilahi ini dengan knowledge yang kita miliki agar menjadi berguna untuk kesejahteraan seluruh bangsa kita ?

12 April 2004

Artikel : Menerapkan KM di UKM

Menerapkan KM di UKM

Penulis: Lendy Widayana
Dimuat pada Harian Radar Malang tanggal 12 April 2004
Dapat dibaca juga pada alamat
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=45578&c=88


Terjun ke lapangan dan blusukan ke daerah memang menarik untuk mengetahui kondisi nyata bagaimana metode seperti KM ini dapat berguna bagi orang banyak. Selang beberapa waktu lalu saya sempat diundang untuk memberi masukan tentang strategi penggunaan Internet kepada koperasi yang anggotanya para pengusaha industri kecil dan menengah di Sidoarjo. Dari situ saya makin memahami bahwa banyak usaha kecil yang sebenarnya mempunyai potensi untuk memperluas jangkauan pasarnya karena memang produknya banyak diminati pasar dan cukup berkualitas. Namun karena keterbatasan knowledge (pengetahuan+pengalaman) yang dimiliki akhirnya kendala ini menjadi penghalang untuk memperluas pasar dan meningkatkan volume bisnisnya.

Ambil contoh, walupun produk yang dibuat adalah hasil industri rumah tangga, namun apabila pasar yang dibidik adalah pasar kelas atas, tentu knowledge yang diperlukan adalah pola belanja dari konsumen kelas itu. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mendatangkan pakar atau praktisi pemasaran sebagai sumber knowledge yang mengerti benar tentang perilaku konsumen kelas premium. Jadi bukan lagi konsep pemasaran yang umum dan tidak mengikuti perubahan jaman. Pemerintah sebagai pembina industri kecil dapat memfasilitasi kegiatan-kegiatan seperti ini. Lembaga pembiayaan, selain mengucurkan dana juga dapat menjadi organizer untuk mengucurkan knowledge bagi pemberdayaan berbagai aspek kepada pengusaha yang dibiayai. Knowledge yang diperlukan juga termasuk bagaimana mengolah data dan memanfaatkan informasi melalui penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu. Seperti misalnya saat ini melalui Internet dapat diakses informasi mengenai permintaan macam-macam komoditi yang diperlukan oleh berbagai negara. Namun untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan knowledge agar informasi dari Internet itu dapat menjadi suatu peluang. Pemberdayaan knowledge juga dapat dilakukan dengan membagi seri VCD hiburan yang dikemas juga dengan ragam informasi yang sarat akan cerita pengetahuan, pengalaman dan pesan-pesan motivasi yang membangkitkan semangat berusaha.


Di sisi pelaku bisnis.

Pada sisi yang lain, pelaku industri kecil tentu tidak hanya bisa berdiam diri menanti bantuan. Inisiatif dapat dilakukan dengan mengajak sekolah atau perguruan tinggi komputer untuk melakukan kerja praktek membuat situs web di Internet untuk pemasaran. Selain itu, untuk kepentingan bahasa para mahasiswa sekolah bahasa dapat dilibatkan pula untuk mempraktekkan kepandaiannya dalam membuat brosur atau isi situs web dalam bahasa Inggris.


KM dan ukuran usaha

KM untuk perusahaan besar atau kecil mempunyai tujuan yang sama, yaitu sistem untuk mendayagunakan aset knowledge untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan daya saing perusahaan. Bagi perusahaan kecil dengan jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak, sebenarnya akan lebih mudah menciptakan, mendokumentasikan dan menyebarkan knowledge. Keadaan ini merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan untuk memulai sesuatu yang baru dan dapat lebih cepat beradaptasi dengan perubahan.

Dari segi kemajuan suatu negara pun, KM tidak selalu ada di negara yang telah maju. Di negara berkembang lain, Nicolas Gorjestani konsultan senior Bank Dunia pada tahun 2002 menerapkan KM bagi masyarakat pertanian di negara-negara Afrika. Ia bertujuan untuk memberdayakan masyarakat untuk dapat memanfaatkan berbagai sumber knowledge yang diperlukan, berhubungan dengan praktisi yang telah berpengalaman dan belajar bersama untuk menggunakan teknologi modern. Di Taiwan, KM untuk usaha kecil dan menengah (UKM) telah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Nasional sampai tahun 2008. Rencana ini mencakup hubungan pengembangan knowledge antar entitas pengusaha dengan pengusaha, pengusaha dengan pasar dan pengusaha dengan pemerintah. Di negeri kita memang seharusnya percepatan agar masyarakat menjadi semakin pandai mengelola sumber daya perlu menjadi prioritas, agar kita tidak saja menjadi konsumen yang baik di negeri sendiri.