03 February 2007

Penyerapan Aplikasi TI Masih Lamban di Level Korporat

28 Januari 2007, 18:30:32, Laporan Iping Supingah

Penyerapan Aplikasi TI Masih Lamban di Level Korporat

ssnet| Teknologi informasi (TI) komunikasi telah merasuk ke semua lapisan masyarakat di Indonesia. Namun di dunia bisnis pemanfaatan teknologi ini masih lebih cepat adopsinya di tingkat pengguna perorangan ketimbang di level korporasi. Mengapa demikian?

LENDY WIDAYANA Managing Partner IDD Research and Documentary pada suarasurabaya.net, Minggu (28/01) mengatakan, banyak perusahaan belum dapat memadukan kemampuan teknologi informasi dengan kebutuhan bisnisnya secara utuh. Teknologi informasi hanya dipandang sebagai alat bantu (tools), bukan sebagai enabler bagi daya saing.

"Dari pengalaman dan pengamatan selama ini, kondisi ini bukan saja terjadi di perusahaan kecil menengah, tapi masih banyak terjadi juga di perusahaan besar di Indonesia. Di level korporat harus diakui bahwa adopsi teknologi informasi komunikasi lebih cepat di lingkungan PMA. Hal ini karena mindset para top manager sampai ke level eksekusi memang dipaksa untuk itu," ujarnya.

LENDY menambahkan, pendekatan People-Process-Technology selalu menjadi pegangan dalam perpaduan manajemen dengan teknologi. Masih melekat dalam budaya kita, kalau orang asing yang bicara kita lebih percaya walaupun sebenarnya solusi teknologinya sama dengan yang dikuasai oleh orang lokal.

Menurutnya, memadukan teknologi informasi komunikasi dengan bisnis memang tidak bisa plug and play. Walaupun tidak sampai level teknis, di jaman sekarang pihak manajemen organisasi dituntut mutlak memahami kemampuan dan keterbatasan teknologi. Sebaliknya, orang teknis dalam organisasi dapat merangkai teknologi menjadi solusi bagi bisnis. Awal masalah adalah tersendatnya komunikasi kedua unsur ini.

Kata LENDY mantan Executive Director di Ciputra Cyber Institute ini, yang sering dilupakan juga bahwa keberhasilan implementasi teknologi informasi komunikasi di level korporat memerlukan pendekatan top-down, atas ke bawah. Tidak bisa bottom-up, karena diperlukan perubahan tata kerja yang punya implikasi luas.

"Jadi tidak mungkin seorang atau kelompok bawahan yang menjadi lokomotif perubahan. Sebagai contoh, saya menyaksikan sendiri ketika seorang Direktur Utama sebuah perusahaan daerah di Jawa Timur terjun langsung ke setiap meeting sistem informasi dan melihat sendiri bagaimana proses instalasi server dan sistem keamanan secara rinci. Setiap perubahan memerlukan strong leader, inilah tantangan leadership para top manager di era Change or Die ini," ungkap LENDY WIDAYANA Managing Partner IDD Research and Documentary pada suarasurabaya.net.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home