Artikel : Penghargaan bagi mereka yang mau berbagi
Penghargaan Bagi Mereka yang Mau Berbagi
Penulis: Lendy Widayana
Dimuat pada Harian Radar Malang tanggal 17 Maret 2004
Inti dari Knowledge Management (KM) adalah sistem yang membuat agar pertukaran dan transformasi knowledge (pengetahuan+pengalaman) di antara semua pelaku organisasi akhirnya dapat menjadi nafas organisasi. Pada kesempatan ini penulis ingin berbagi pengalaman bagaimana embrio aktivitas KM di organisasi tempat penulis bekerja.
Setiap enam bulan kami di Ciputra Cyber Institute (CCI) mengadakan penilaian rekan kerja satu departemen maupun lintas departemen tentang knowledge-sharing (berbagi pengetahuan+pengalaman). Penilaian itu dilaksanakan melalui polling dari semua karyawan dan manajemen untuk menilai siapa di antara mereka yang dianggap paling sering berbagi knowledge. Tentunya knowledge yang dapat langsung diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pekerjaan yang dihadapi oleh sesama rekan kerja. Penilaian juga dilakukan untuk inovasi yang lahir dalam periode yang sama.
Bagi siapa yang mendapat nilai tertinggi mendapat pengakuan berupa penghargaan dari perusahaan. Bentuk penghargaan ini bisa berbagai macam. Namun penghargaan yang baik adalah berupa sesuatu yang berguna bagi sang pemenang untuk juga memecahkan masalah pekerjaannya. Pengalaman di beberapa perusahaan lain ada yang memberi bonus berupa uang, mengikuti berbagai training/seminar yang bermutu tinggi, buku, paket wisata dan lain-lain.
Pada tahap perkembangan selanjutnya, sistem penilaian dan penghargaan knowledge-sharing ini dapat dijadikan satu dengan sistem penilaian kinerja karyawan (performance appraisal) dan hal-hal lain yang merupakan wujud dari apresiasi manajemen terhadap aset knowledge secara obyektif.
Memulai kegiatan knowledge-sharing
Memang pada dasarnya aktivitas knowledge-sharing bahkan telah menjadi kebiasaan tanpa disadari sudah terjadi dalam organisasi. Juga di Indonesia, nongkrong sesama kolega di café, resto, ngobrol dan lobby ketika rehat di acara seminar, sampai nongkrong bareng di diskotik atau karaoke bagi sesama profesional atau networking sesama profesi adalah juga knowledge-sharing. Akan tetapi menjadikan knowledge-sharing sebagai budaya organisasi agar knowledge tersebut dapat tersimpan rapi, terdokumentasi dengan struktur yang sistematis sehingga mudah untuk diakses kembali bukanlah pekerjaan yang mudah.
Pada saat awal mensosialisasikan perlunya aktivitas knowledge-sharing dalam KM akan sering timbul pertanyaan, "Apa untungnya bagi saya untuk berbagi dengan yang lain ?" Dan "Apakah orang lain juga mau berbagi seperti yang saya lakukan ?" Menurut Vaas, 1999, alasan mengapa orang tidak mau melakukan knowledge-sharing adalah :
1. Mau berbagi pengetahuan namun tidak cukup waktu untuk itu
2. Tidak mempunyai ketrampilan dalam KM
3. Tidak mengerti tentang KM dan manfaatnya
4. Tidak ada komitmen dari manajer senior
5. Tidak ada dana untuk KM
6. Kegagalan untuk mendorong knowledge-sharing sebagai budaya
Dari beberapa poin tadi, maka pra kondisi yang perlu dilakukan oleh organisasi sebelum menciptakan budaya knowledge-sharing adalah membangun iklim saling percaya (trust) di setiap pelakunya. Kepercayaan ini akan terbentuk apabila didahului dengan kepeloporan dan keteladanan dari para pemimpin dan petinggi organisasi untuk memulai berbagi knowledge. Kepeloporan dan keteladanan ini dapat dilakukan melalui pembuktian bahwa dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, semua masalah dapat dipecahkan secara lebih mudah, efisien dan cepat. Kepemimpinan dalam KM adalah secara terus menerus dan konsisten memberi inspirasi kepada karyawan tentang aktivitas dan manfaat KM secara nyata bagi semua elemen organisasi. Pemimpin harus menciptakan iklim bahwa seorang karyawan tidak lagi merasa sendirian dalam memecahkan masalah apapun dalam pekerjaan.
Membangun aset knowledge memang baru akan nampak hasil dan manfaatnya apabila kita telah berhasil menjadikan knowledge sebagai bahtera yang akan mengantarkan organisasi mencapai pulau tujuannya.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home